Sabtu, 04 Juli 2009

YHI DAN ITB mantap lah



Di Jawa Barat, pertanian agribisnis merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 48 %, dan telah terbukti mampu menampung banyak tenaga kerja sebesar 77 %, Sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Provinsi Jawa Barat, pengembangan pertanian dengan pendekatan sistem dan Usaha Agribisnis ditetapkan sebagai salah satu program utama (core business), Pendekatan ini diharapakan dapat mendukung upaya mempercepat pengembanguan perekonomian regional Jawa Barat yang mempunyai potensi sumber daya yang sangat beragam. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk mewujudkan pengembangan agribisnis di Jawa Barat adalah dengan menggali berbagai potensi yang dimiliki secara spesifik tiap daerah.

Upaya menuju kearah itu dilakukan oleh Lembaga Perguruan Tingi Sekolah Farmasi ITB telah menggalang kerjasama kemitraan dengan Yayasan Hortikultura Indonesia untuk mengembangkan pilot proyek agrowisata tanaman obat yang berlokasi di Desa Cigugurgirang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat dengan pola kemitraan terpadu antara lembaga perguruan Tinggi khususnya para peneliti ahli Farmasi ITB, Yayasan Hortikultura Indonesia, serta para petani di Desa Cigugurgirang yang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Ketua Yayasan Hortikultura Indonesia (Ade ratmadja ) menjelaskan kepada Bandung Barat Online tujuan program ini adalah untuk mengangkat potensi Desa Cigugurgirang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat dimana masyarakat Desa Cigugurgirang mayoritas penduduk 90 % kehidupan mata pencahariannya sebagai petani Sayur mayur serta bunga tanaman hias, sekaligus untuk meningkatkan pendapatan para petani.

Ade menyebut Yayasan Hortikultura Indonesia yang ia pimpin telah berhasil membina petani tradisional di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung Barat menjadi petani berteknologi pada tahun 1993 Yayasan Hortikultura Indonesa telah berhasil menyebarluaskan Budidaya Paprika Sistem Hidroponik dan sampai saat ini Luas lahan para petani yang membudidayakan Paprika dengan sistem hidroponik sudah mencapai 30 Hektar yang tersebar di beberapa pelosok di Kecamatan Parongpong, Lembang, dan Cisarua di Kabupaten Bandung Barat, dan hasil usaha para petani Paprika tersebut telah menjadi Komoditas Eksport. Kerjasama Keitraan terpadu antara Sekolah Farmasi ITB, dengan Yyayasan Hortikultura Indonesia serta para petani di Desa Cigugurgirang dalam pilot proyak budidaya dan agrowisata tanaman obat menurut Ade pada saatnya nanti akan mengangkat Desa Cigugurgirang Sebagai Desa Wisata Agro Di Kabupaten Bandung Barat. (AG.BBonline)

yayasan hortikultura Indonesia NEXT EVENT AT KBB



--------------------------------------------------------


--------- MOHON DUKUNGAN DAN DOA RESTU ANDA SEKALIAN, AMIN YRA -

SEKTOR PERTANIAN KBB 2005-2025


KEBIJAKAN dan program pembangunan KBB dalam waktu 20 tahun ke depan harus lebih difokuskan pada pengelolaan potensi lokal yang dimiliki, yakni sektor pertanian, industri kecil dan menengah, sektor perdagangan serta jasa, terutama jasa pariwisata. Keseluruhan potensi lokal tersebut saling berkaitan untuk menopang agrobisnis sebagai core business KBB.Menurut Dr. Dede Mariana, Pemkab Bandung Barat perlu merumuskan arah pembangunan wilayah tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) KBB 2005-2025. Menurutnya, RPJPD penting untuk mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi dengan sangat perlahan, namun dalam jangka panjang efeknya sangat besar, seperti demografi, sumber alam, ekonomi, dan lainnya.

"Perubahan ini tidak terdeteksi kalau periode analisisnya hanya lima tahun, sehingga sangat diperlukan outlook-nya 20 tahun. Karena itu, semua perubahan ini perlu diantisipasi dan dituangkan dalam jangka panjang," ujar Dede. Secara geografis, kabupaten yang sudah berusia 2 tahun itu, memiliki luas wilayah 1.305,67 km2 yang terbagi dalam 15 kecamatan dan 165 desa. Jumlah penduduknya kini mencapai 1.493.238 juta jiwa. Berdasarkan data BPS pada 2007, capaian indeks pembangunan manusia (IPM)-nya, yaitu 70,01 merupakan yang terendah di Jabar. Menurutnya, strategi pencapaian RPJPD tersebut hanya bisa diwujudkan apabila ada komitmen politik pimpinan daerah dan seluruh masyarakat, untuk mengembangkan potensi agrobisnis serta meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kemampuan ekonomi daerah, dalam rangka mendukung prioritas pembangunan.Dalam pandangan Dede, KBB setidaknya memiliki empat modal dasar yang kuat.


Yakni kedudukan KBB yang strategis, berada dekat dengan ibu kota Provinsi Jawa Barat dan menjadi jalur perlintasan menuju daerah lain di Jabar. Kemudian memiliki sumber daya alam dan sumber energi potensial yang memberikan nilai tambah. Juga sumber daya pariwisata yang cukup memadai, juga karateristik masyarakatnya yang religius, harmonis, bersikap terbuka, dan memiliki kemampuan untuk mengakses informasi dengan mudah. "Dan, untuk meningkatkan dan mengoptimalkan potensi daerah, harus terjalin kemitraan antara pengusaha besar dengan industri kecil dan menengah. Serta meningkatkan kapasitas investasi di daerah dan menjalin kerja sama antardaerah," katanya.Untuk strategi ekonomi, yang paling tepat diterapkan, Kodrat Wibowo, Ph.D. menambahkan, dengan mengembangkan ekonomi produktif dan berperikeadilan. Maksudnya, sistem perekonomian yang berdaya saing dan menurunnya tingkat kemiskinan masyarakat dengan didukung sarana dan prasarana yang memadai."Arah pembangunan tersebut hanya bisa diwujudkan jika didukung pemerintahan yang baik, memelihara kondisi sumber daya alam dan lingkungan, meningkatkan kualitas SDM yang cerdas, kreatif, dan sehat, meningkatkan perekonomian masyarakat yang berkeadilan dan mengintegrasikan kearifan nilai-nilai agama dan budaya dalam pembangunan," ujarnya. Visi dan misiUntuk pencapaian RPJP tersebut, Lemlit merekomendasikan visi "Cermat" yakni cerdas, maju, agamis, dan sehat.

Cerdas artinya sumber daya aparatur dan masyarakat harus memiki integritas, berpendidikan, berakhlak mulia, dan berdaya saing. Kemudian maju, seluruh komponen warga KBB harus memiliki spirit, komitmen, dan tindakan untuk maju. Agamis, nilai-nilai keberagamaan menjadi landasan bagi kata kebersamaan. Sedangkan sehat, seluruh komponen warga dan lingkungan hidup di KBB berada dalam kondisi terawat, bersih, aman, dan nyaman.Sementara untuk misi, Lemlit merekomendasikan lima poin. Pertama, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kedua, memelihara kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kemudian meningkatkan kualitas SDM yang cerdas, kreatif, dan sehat. Lalu mengintegrasikan kearifan nilai-nilai agama dan budaya dalam pembangunan.Pemaparan yang disampaikan Lemlit Unpad, ternyata mendapat apresiasi dari unsur aparatur pemerintahan KBB. Bahkan Kepala Bappeda, Bambang Subagio meminta agar misi KBB dipublikasikan kepada umum agar mendapat sumbang saran dari elemen masyarakat. ** http://aepsabdullah.blogspot.com

Agribisnis dan Dunia Pertanian Kita


 
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pertanian kita dari waktu kewaktu tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Ini dipengaruhi oleh poladiregulasi kebijakanpemerintah yang cenderung menduakan sektor ini, di manakebijakan-kebijakan yangditetapkan sering kali tumpang tindih sehingga sangat menyulitkan dalammengimplementasikan di lapangan yangakhirnya berakibat pada lambatnyaperkembangansektor ini.
Dunia pertanian kita hingga saat ini tidak berkembang dan bahkan cenderung ditinggalkan oleh rakyat. Mandeknya sektor pertanian ini berakar pada terlaluberpihaknya pemerintahterhadap sektor industri sejak pertengahan tahun 1980-an.
Pada dekade sebelumnya terjadi peningkatan yang luar biasa pada sektor pertanian.
 
Pemerintah menganggap pembangunan pertanian dapat bergulir atau berjalandengan sendirinya, asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan pertanian dalamstrategipembangunannya.
Sebetulnya hal ini tidak terlepas dari paradigma pembangunan saat ituyang lebihmenekankan pada industrialisasi. Pemerintah mencurahkan perhatiannyapada sektor
industri, yang kemudian diterjemahkan kedalam berbagai kebijakan proteksi yang sistematis, di mana secara sadar atau tidak proteksi ini telahmerapuhkan basispertanian pada tingkat petani.
Selain dari hal tersebut diatas, sebetulnya "fenomena" mengenai kemunduran dunia pertanian kita adalah,


Pertama, petani menganggap sektor pertanian tidaklagi menjadi"primadona" dan tidak menjanjikan. Pendapatan atau penghasilandari sektor pertaniantidak memadai, dimana harga jual sangat rendah sementara biaya produksisangat tinggi.
Sebetulnya hal ini terjadi karena kelemahan kebijakan pemerintah mulai dari penyediaan pupuk, pembelian gabah dan penerapan harga pembelian pemerintah (HPP),
distribusi beras maupun pengelolaan agribisnis. Pada setiap lini baik dari hulu sampai hilar tidak berjalan sistematis sehingga banyak ketimpangan-ketimpangan dalam
mengimplemetasikan kebijakan tersebut. Lingkaran inilah yang membuat sektor pertanian tidak menguntungkan secara ekonomi, karena menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam proses
produksinya.



Kedua,
pemasaran produk (product of marketing) pertanian sangat terbatas, faktor utama dalam pertanian adalah pemasaran, karena saat ini pasar sangat terbatasdalam menerimaproduk hasil pertanian selain itu juga hanya produk-produk tertentu daripertanian bisadiserap pasar.
Kebanyakan petani kita tidak memahami konsep pemasaran produk, sehingga petani kesulitan dalam memasarkan produk-produk pertanian yang akhirnya membuat hargatidak stabil atau
tidak menguntungkan.



Ketiga,
lahan pertanian semakin sempit, selama ini banyak lahan pertanian disulap menjadi lahan industri dan lahan perumahan (realestate). Hal inidisebabkan karenabanyak petani yang menjual lahan pertaniannya karena menganggappertanian sudah tidaklagi bisa menjadi "sandaran" hidup atau tidak lagi menjanjikan.Sehingga petani tergiurkeuntungan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi setelahpenjualan tanahtersebut.
Keempat, kurangnya "penelitian" (research) yang dilakukan terhadap pertanian maupun produk pertanian, baik oleh pemerintah maupun institusi-institusiterkait sepertilembaga-lembaga pendidikan tinggi sehingga pertanian berjalan monotondan produkpertanian tidak bervariasi. Ini merupakan problematika mendasar daripola kebijakanpemerintah terhadap dunia pertanian, dimana tidak adanya kebijakanpemerintah yangmerangsang berkembangnya institusi atau lembaga-lembaga penelitianpertanian.
Kelima, kurangnya dukungan "finansial" bagi dunia pertanian,selama ini bank sebagai pemegang otoritas keuangan baik bank pemerintah maupun swasta kurangsekali dalammengucurkan kredit bagi usaha-usaha pertanian sehingga pertanian sulituntuk berkembangkarena kesulitan finansial. Selama pihak perbankan masih belumsepenuhnya percayaterhadap dunia pertanian, maka dengan sendirinya dunia pertanian kitatidak berkembang.
Faktor-faktor tersebut menjadi "fenomena" tersendiri dari dunia pertanian kita, selama ini pertanian dianggap sebagai "anak tiri" oleh pemerintahsehingga belum bisaberkembang dan maju. Pemerintah terlalu berpihak pada sektor industri,kebijakanpemerintah terhadap pertanian sejak tahun 1980-an cenderung terlaludistortif.
Kebijakan-kebijakan inilah yang membuat sektor pertanian tidak berkembang. Untuk itulah
diperlukan "diregulasi" kebijakan pemerintah yang"kondusif" dan "konklusif" untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sektor pertanian.
Pemerintah perlu melakukan integrasi sektor pertanian dalam kebijakan makro agar tidak berat sebelah mendukung sektor industri, selain itu juga pemerintahperlu menyediakansarana dan prasarana (termasuk untuk penelitian). Subsidi tetapdiperlukan namur bukansubsidi sektoral, melainkan subsidi kelompok miskin yang kebanyakanberada dipedesaan.
 
Agribisnis
Ruang lingkup "agribisnis" tidak terlepas dari sektor pertanian, karena agribisnis merupakan langkah "taktis" lanjutan usaha untuk menaikan atau
mengembangkan nilai gunaatau manfaat lebih dari hasil pertanian.
Sektor agribisnis dalam ruang lingkup ekonomi masa kini mencakup berbagai macam usaha komersial, dengan menggunakan kombinasi "heterogen" dari tenagakerja, bahan, modal dan
teknologi. Selain itu juga agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi para petani, dan memasarkan, memproses
serta mendistribusikan produk usaha tani kepada pengguna atau konsumen.


Sektor agribisnis merupakan lahan yang sangat "potensial" bagi pertumbuhan perekonomian nasional, karena sektor ini bisa menyerap banyak tenaga kerja, mulai
dari tingkat petani, produksi maupun tingkat pemasaran. Selama ini sektor agribisnis sangat terpinggirkan oleh sektor industri, karena dianggap sektor yang tidak
"komersial" danbelum "produktif".


Jika kita lihat potensi sumber daya alam kita serta sumber daya manusia,sangat mungkinb agi kita untuk mengembangkan serta meningkatkan kualitas sektoragribisnis. Coba kitabayangkan berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap liniyang menggerakkansektor ini, mulai dari petani sebagai kegiatan hulu, pekerja sampaitenaga pemasaranproduk.
Hal inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk memajukan sektor agribisnis. Peningkatan pendapatan ekonomi rakyat sangat mutlakdilakukan, karena halini menunjang kelangsungan hidup rakyat khususnya dan negara padaumumnya.
Peningkatan ekonomi rakyat akan secara "linier" berpengaruh terhadap perekonomian nasional, ketika ekonomi rakyat kuat dan tinggi maka perekonomian negaraakan sangatkuat, karena secara fundamental perekonomian negara ini didukung olehperekonomianrakyat.
Sudah sepantasnya saat ini pemerintah harus berpaling pada sektor agribisnis dan pertanian dalam meningkatkan pendapatan nasional disamping ekspor minyak
bumi dan gas.Karena secara "kuantitatif" sumber daya alam sektor agribisnis sangat melimpah.Selain itu juga secara "kultural" basis ekonomi rakyat Indonesiaadalah pertanianterutama dipedesaan, oleh karena itu arah pembangunan nasional kedepan
haruslahberorientasi pada pembangunan sektor pertanian maupun sektor agribisnis yang lebihmandiri dan "kondusif". Sehingga tercipta iklim yang
konferhensif dan dinamis terhadap perkembangan pertanian dan sektor agribisnis masa depan. Memperkuat basis pertanian dansektor agribisnis akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian rakyatyang selama initerpinggirkan, yang akhirnya berimplikasi terhadap penguatan ekonomi secara nasional
(Yayat Dinar N, Penulis adalah Staf Nuri Lestari Foundation)

KONSEP PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PETERNAKAN MASA DEPAN


Oleh : Drh. H. Cahyan Sofyadi, M.Sc.,MM

Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah, khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan, sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Kebanyakan masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena memang itulah keahlian mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya ternak bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau.

Dilain pihak krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua, dimana betapa rapuhnya pondasi perekonomian yang tidak dilandasi oleh potensi sumber daya lokal.

Sejauh ini kebijakan pemerintah yang lebih berorentasi pada sistem pertanian konvensional di mana banyak mengandalkan input produksi seperti pupuk organik ataupun pestisida dalam jumlah tinggi untuk memacu target produksi. Dalam kenyataan hal tersebut justru telah memberikan dampak negatif terhadap ekosistem lahan pertanian yang ada sehingga lambat laun akan menurunkan produktivitas pertanian dan akibatnya akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun pada kenyataannya sektor pertanian ternyata telah mampu menunjukan ketangguhannya dalam mengahadapi badai krisis.

Negara kita adalah negara agraris, di mana sebagian besar penduduknya mengandalkan sektor pertanian, namun rata-rata kepemilikan penduduk atas lahan pertanian kurang dari 0,3 hektar, terutama di pulau Jawa. Dari kondisi kepemilikan lahan yang sempit ditambah dengan sistem pertanian yang masih mengandalkan input produksi tinggi menyebabkan petani berada dalam lingkaran kemiskinan yang tiada putus-putusnya. Petani dengan pendapatan rendah tidak akan mampu menabung, meningkatkan pendidikan dan keterampilan apalagi meningkatkan investasinya guna meningkatkan produksi.

Dalam keterbatasan yang dilematis tersebut diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun paradigma baru, yaitu sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan, ini sering juga disebut sustainable mix farming atau mix farming.

Sistem mix-Farming, ini diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.

Sehubungan hal tersebut di atas konsep pertanian masa depan harus dirumuskan secara komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai tantangan, seperti pasar global dan otonomi daerah, salah satu model yang dapat mengantisipasi tantangan pasar global adalah pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable mixed –farming) dengan berbagai industri peternakan. Bagi masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau, sapi potong, sapi perah, kambing, domba, itik, bebek ataupun ayam buras memilki peranan strategis karena ternak-ternak tersebut dapat digunakan sebagai tabungan hidup, sumber tenaga kerja bagi ternak kerbau dan sapi potong. Ternak juga dapat dipakai sebagai penghasil pupuk organik dimana sangat baik untuk meningkatkan produksi pertanian, selain itu ternak juga dapat dijadikan dalam meningkatkan status sosial.

Dalam presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis, keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit tanduk ataupun tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja.

Itulah barang kali suatu kajian di mana merupakan tuntutan dari semangat otonomi daerah yang disesuaikan dengan permintaan pasar global sehingga pengembangan sistem pertanian terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya